Jika Anda penggila kisah-kisah jampang Betawi tempo dulu, rasanya belum pas kalau belum menengok Masjid Al Alam atau lebih kesohor disebut Masjid Si Pitung ini. Bayangkanlah, sebelum menjadi Robin Hood Betawi, Pitung kecil disebutkan banyak menghabiskan waktu bermainnya di masjid ini.Belajar agama, belajar 'pukulan' sampai sembunyi dari opas dan kompeni, juga di masjid ini. Tapi jangan salah, bukan Si Pitung atau keluarganya yang membangun masjid ini. Masjid yang terletak persis di tepi Pantai Marunda Pulau, Kelurahan Cilincing ini diperkirakan dibangun pada tahun 1600-an.
Meski telah berusia 400 tahun, uniknya masjid ini cukup terawat dengan baik walau kondisi ketuaannya tak bisa disembunyikan. Arsitekturnya mengingatkan pada model Masjid Demak, namun berskala lebih mini-ukuran 10x10 m2. Atapnya yang berbentuk joglo ditopang oleh 4 pilar bulat kuntet, seperti kaki bidak catur. Mihrab---pas dengan ukuran badan menjorok kedalam tembok, berada di sebelah kanan mimbar. Berbeda dengan masjid tua lain, uniknya masjid ini berplafon setinggi 2 meter dari lantai dalam.
Terpeliharanya Masjid Al Alam tak lepas dari bentuknya yang relatif kecil menyerupai mushola. Selain itu, hingga kini pun masjid ini begitu amat dicintai oleh penduduk sekitarnya. Hampir di setiap waktu-waktu sholat-terutama maghrib, dan 'isya, Masjid Al Alam selalu diramaikan jamaahnya. Bukan Cuma itu, kelihatannya masjid ini sering didatangi para peziarah pula. Hal ini terlihat dengan dibangunnya sebuah pendopo persis di belakang masjid, sebelah timur. Yang terkesan sengaja dihadirkan untuk upacara-upacara khusus. Tidak diketahui pasti siapa pendiri masjid ini, minimnya data sama halnya dengan ketidaktahuan masyarakat sekitar masjid. Bahkan tokoh masyarakat di sekitar rumah tinggal Si Pitung sekalipun. Yang diketahui oleh H.Atit, salah seorang pengurus masjid, bahwa orang-orang sekitar menyebut masjid ini dengan sebutan Masjid Gaib. Dari dongeng turun-temurun, disebutkan dalam proses pembuatannya dahulu, masjid ini dibangun hanya dalam tempo sehari semalam saja. Tapi ditambahkan oleh H. Atit, hal itu dimungkinkan, karena sebelum masjid ini ada, pasukan dan rombongan Pangeran Fatahillah datang ke Marunda sesaat setelah menang perang dengan Portugis di Sunda Kelapa.
Sejak tahun 1975 Masjid Al Alam dinyatakan sebagai cagar budaya. Pemda DKI Jakarta rajin menyokong setiap upaya untuk melestarikan masjid ini. Di sekeliling masjid sekarang sudah dibuatkan pagar beton, berbentuk seperti pagar batas provinsi. Untuk menjangkau masjid, dari Tanjung Priok ada angkutan umum yang menuju ke Pasar Cilincing. Dan dari pasar Cilincing, pengunjung mesti berganti angkutan yang menuju ke arah Marunda. Dapat pula dipilih Angkot jurusan Bulak Turi, yang melintas ke jalan masuk wilayah perkampungan Marunda.
www.pesantrennet.org
Meski telah berusia 400 tahun, uniknya masjid ini cukup terawat dengan baik walau kondisi ketuaannya tak bisa disembunyikan. Arsitekturnya mengingatkan pada model Masjid Demak, namun berskala lebih mini-ukuran 10x10 m2. Atapnya yang berbentuk joglo ditopang oleh 4 pilar bulat kuntet, seperti kaki bidak catur. Mihrab---pas dengan ukuran badan menjorok kedalam tembok, berada di sebelah kanan mimbar. Berbeda dengan masjid tua lain, uniknya masjid ini berplafon setinggi 2 meter dari lantai dalam.
Terpeliharanya Masjid Al Alam tak lepas dari bentuknya yang relatif kecil menyerupai mushola. Selain itu, hingga kini pun masjid ini begitu amat dicintai oleh penduduk sekitarnya. Hampir di setiap waktu-waktu sholat-terutama maghrib, dan 'isya, Masjid Al Alam selalu diramaikan jamaahnya. Bukan Cuma itu, kelihatannya masjid ini sering didatangi para peziarah pula. Hal ini terlihat dengan dibangunnya sebuah pendopo persis di belakang masjid, sebelah timur. Yang terkesan sengaja dihadirkan untuk upacara-upacara khusus. Tidak diketahui pasti siapa pendiri masjid ini, minimnya data sama halnya dengan ketidaktahuan masyarakat sekitar masjid. Bahkan tokoh masyarakat di sekitar rumah tinggal Si Pitung sekalipun. Yang diketahui oleh H.Atit, salah seorang pengurus masjid, bahwa orang-orang sekitar menyebut masjid ini dengan sebutan Masjid Gaib. Dari dongeng turun-temurun, disebutkan dalam proses pembuatannya dahulu, masjid ini dibangun hanya dalam tempo sehari semalam saja. Tapi ditambahkan oleh H. Atit, hal itu dimungkinkan, karena sebelum masjid ini ada, pasukan dan rombongan Pangeran Fatahillah datang ke Marunda sesaat setelah menang perang dengan Portugis di Sunda Kelapa.
Sejak tahun 1975 Masjid Al Alam dinyatakan sebagai cagar budaya. Pemda DKI Jakarta rajin menyokong setiap upaya untuk melestarikan masjid ini. Di sekeliling masjid sekarang sudah dibuatkan pagar beton, berbentuk seperti pagar batas provinsi. Untuk menjangkau masjid, dari Tanjung Priok ada angkutan umum yang menuju ke Pasar Cilincing. Dan dari pasar Cilincing, pengunjung mesti berganti angkutan yang menuju ke arah Marunda. Dapat pula dipilih Angkot jurusan Bulak Turi, yang melintas ke jalan masuk wilayah perkampungan Marunda.
www.pesantrennet.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar