Senin, 25 Februari 2008

Masjid Jami Al-Atiq (1500-an)

Bertahun-tahun dibui, tahun 1890 Pitung dan Ji'ih akhirnya berhasil kabur dari penjara Meester Cornelis. Mereka berdua melarikan diri sambil menyusuri Kali Ciliwung. Karena kelelahan terus menerus dikejar Opas Belanda, dua sahabat itu bersembunyi di sebuah masjid pinggiran kali. Beruntung, ulama dan jamaah masjid----yang tahu ada berita santer pelarian pribumi dari penjara Mester, menyembunyikan mereka di dalam masjid. Pitung dan Ji'ih mujur, rupanya masyarakat seputar masjid tahu reputasi jagoan dari Marunda itu. Jadi 'ngumpet' berbulan-bulan di masjid tak jadi masalah bagi mereka berdua dan jamaah masjid.

Itulah sepenggal kisah heroik yang menyertai keberadaan Masjid Jami Al Atiq, di Jalan Masjid I Rt.003 Rw.01, Kampung Melayu Besar, Jakarta Selatan. Begitu banyak kisah sejarah dan mistis yang disimpan masjid ini, rupanya tidak membuat Masjid Al Atiq berpenampilan cantik. Kini sosoknya tak ubahnya seorang lelaki tua renta tak terurus yang ditinggalkan sanak-saudara. Berbagai dokumen dan peninggalan bersejarah banyak yang raib tak jelas.Lebih-lebih setelah masjid ini terkena dan dijadikan tempat penampungan masyarakat korban banjir tahun 1996 lalu. Sebagian besar material kini telah berganti dengan beton, walau disebutkan arsitekturnya tidak berubah. Sisa-sisa masa lalu itu, bisa dilihat pada sebagian pintu berdaun dua dan berpatri timah serta sederetan jendela kaca di bagian atas sebelah barat.

Disebutkan masjid ini dibangun sekitar awal tahun 1500-an. Dan tak banyak yang tahu kalau Masjid Al Atiq sebenarnya adalah peninggalan Sultan Banten I, Kesultanan Banten Lama, Sultan Maulana Hasanuddin. Masjid ini dibangun ketika putra dari Sunan Gunung Jati alias Syarif Hidayatullah itu melakukan kunjungan ke Batavia. Jadi masjid ini dibangun ketika masa Walisongo berkiprah di wilayah Jawa. Maka tak heran jika arsitektur masjid memiliki kemiripan dengan standar arsitektur masjid yang dibangun oleh para wali.

Atapnya yang berbentuk prisma bersusun tiga, mengingatkan pada arsitektur masjid di Demak, Gresik dan masjid-masjid lainnya sekitar Jawa Tengah. Pembangunan Masjid Al Atiq diduga berbarengan dengan pembangunan masjid yang ada di Banten dan daerah Karang Ampel, Jawa Tengah. Dua masjid yang juga dibangun karena peran Sultan Maulana Hasanuddin.

Sekitar awal tahun 1619, ketika Pangeran Jayakarta dan pasukannya hendak menuju pusat kota Batavia menyusuri Kali Ciliwung, Masjid Al Atiq dahulu berada dalam keadaan menyedihkan. Tidak terpelihara dan nyaris roboh. Sebelum meneruskan perjalanan dikisahkan rombongan itu singgah dan memperbaiki wujud masjid serta menetap beberapa lama di wilayah itu yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai pengusaha sado. Maka tak heran awalnya masjid ini disebut dengan Masjid Kandang Kuda.

Tidak cuma sebagai saksi bisu singgahnya tokoh-tokoh bersejarah, Masjid Al Atiq banyak juga menyimpan dongeng-dongeng mistis. Misalnya, tentang ampuhnya tongkat khatib di mimbar masjid. Alkisah pernah suatu ketika ada seorang yang disembuhkan penyakitnya lewat ramuan dari serpihan kayu pada tongkat itu. Sekarang satu-satunya benda pusaka yang masih tersisa ya tongkat itu. Tapi tentunya, Anda sekarang tidak bisa sembarangan menyentuh tongkat itu . Kalau hanya sekedar ingin melongok, dan membayangkan dimana Si Pitung dan Ji'ih bersembunyi, Terminal Bus Kampung Melayu dan Stasiun KA Jabotabek Tebet rasanya bisa dijadikan alternatif menuju ke tempat itu

www.pesantrennet.org


Tidak ada komentar:

Posting Komentar